PortalLombok.com – Nusa Tenggara Barat (NTB) tolak beras impor dan pastikan stok kebutuhan primer tersebut melebihi.
NTB dinyatakan sebagai daerah penghasil beras sehingga tidak perlu menerima beras impor seperti daerah lainnya.
Seperti diektahui Pemerintah Pusat melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) gencar lakukan import beras bahkan menugaskan Perum Bulog mengimpor 2 juta ton beras pada tahun 2023 ini.
Namun berbeda dengan Provinsi NTB sebagai lumbung pangan nasional berharap tidak ada masuk beras impor tersebut.
Baca juga : Hari Ini, Gerhana Matahari Hibrida Dapat Terlihat di Indonesia, Catat Waktu dan Dimana Lokasinya?
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat, H. Fathul Gani mengatakan, bahwa tidak masuknya beras impor ini tidak lepas dari ketersediaan beras yang memadai di NTB.
“Kita sampaikan bahwa NTB belum berpikir untuk menerima beras impor. Kalau bisa tidak ada beras impor yang masuk ke NTB sebab dari tahun ketahun kita lihat data dalam 3 hingga 5 tahun terakhir ini, alhamdulillah NTB surplus beras,” ujarnya Kepala Dinas Pertanian dan Perkebuna NTB, Fathul Ghani, saat ditemui, Rabu 29 Maret 2023.
Beliau ungkapkan NTB merupakan salah satu lumbung pangan nasional. Dimana jumlah beras yang diproduksi lebih banyak dari kebutuhan.
“Dari kebutuhan kita sebanyak 5 hingga 6 ratus ribu ton, alhamdulillah kita di tahun 2022 kemarin dari hasil reles BPS itu ada sekitar 900 ribu ton sehingga ada surplus antara 3 ratus sampai 400 ribu ton,” jelasnya.
Baca juga : Stok Pangan Harus Aman dan Terkendali Jelang Lebaran, DPRD NTB Minta Pemerintah Tetap Pantau
sehingga NTB dapat di katakan dapat menopang kebutuhan daerah lain, yang kemudian menjadi prinsip dinas pertanian NTB menolak beras import masuk NTB dan Jika beras impor masuk ke Nusa Tenggara Barat maka akan berdampak terhadap gangguan keseimbangan produktivitas beras di daerah ini.
Fathul Gani menyatakan bahwa mekanisme pasar tidak bisa disalahkan. Tapi paling tidak pemerintah pusat harus komit dengan data yang dimiliki.
“Jadi data dan fakta ini harus sinkron. Silahkan saja kalau memang pemerintah merasa stok persediaan bahan pangan berkurang, ya opsi impor silahkan tapi ketika kami di NTB dari sisi produktivitas sudah memenuhi target di tahun 2022 kita 1,4 juta ton. Kalau setara beras kan 900 ribu ton sementara kebutuhan kita diatara 5 hingga 6 ratus ribu ton dan ada surplus,” tambahnya.
Karenanya dengan melimpahnya beras ini maka jika beras impor masuk ke NTB maka akan menjadi persoalan. Surplus inilah yang mekanismenya diatur. Meski demikian pihaknya yakin jika pemerintah pusat sudah memiliki wilayah atau daerah-daerah yang nantinya akan dimasukkan beras impor.
(RV)